SURAT CINTA TERAKHIR UNTUK SANG MANTAN


Kain panjang yang mengelilingi bagian bawah tubuhnya, membuatnya sulit untuk berjalan. Apalagi di cuaca yang berangin seperti ini. Sesekali ia mengertakkan giginya menahan dinginnya udara malam hari ini. Hidup di Jakarta bukan hal mudah baginya. Ia ingat kata bapak(1)nya dulu saat ia masih kecil dan hal itulah yang menjadi kekuatannya hingga kini.
            “Nduk(2), orang hidup itu sulit. Banyak godaan dan cobaannya. Pesan bapak, kamu harus selalu ingat pada Tuhan.” kata Bapak sambil menggendongnya dulu.

Dewi, itu adalah nama yang diberikan oleh orangtuanya di kampung dulu. Kini mereka telah tiada dan tinggallah Dewi sebatang kara hidup di Jakarta. Malam ini, seperti biasa Dewi pulang dari tempat kerjanya di restaurant yang tidak jauh dari tempatnya tinggal. Rintik hujan mulai turun dengan irama yang kian bertambah. Wajah dan tubuhnya mulai basah oleh hujan, akan tetapi ia tetap berjalan tenang. Ada rasa asin yang jatuh di bibirnya. Air hujan kah ataukah airmatanya? Dilihatnya ada sebuah kaleng minuman. Ia pun langsung menendang jauh kaleng itu. Ia melampiaskan kekecewaannya pada kaleng itu.
            “Mas(3) Radit, tega benar mas kamu padaku. Apa salah diriku hingga kau melakukan ini semua padaku?” kata Dewi sambil terus berjalan pulang. Sesampainya di kontrakannya yang kecil, Dewi mengganti bajunya yang basah lalu duduk di depan cermin. Cukup lama ia hanya memandangi sosok dirinya


di cermin. Ia ingat bagaimana ia dulu begitu disayang oleh bapak dan ibunya. Meskipun hidup mereka sulit, tapi mereka begitu bahagia. Ia menarik napas panjang dan berat teringat semua yang terjadi padanya tadi pagi.

Pagi itu saat sang surya sedang bersinar di sepanjang pasar yang ramai, Dewi mendapat telepon dari Radit yang ingin berpisah. Sudah 3 bulan belakangan ini, Radit dan Dewi menjalin cinta. Entah kenapa Radit ingin mengakhirinya. Dengan tekad dan cinta yang masih berapi-api, Dewi bermaksud menemui Radit sepulang kerja. Tapi yang dia lihat justru Radit yang sedang berbagi kasih dan berpelukan dengan wanita lain. Hancur sudahlah perasaaan Dewi.
“Sudahlah, aku tidak mau mengingatnya lagi. Pasti Mas Radit punya alasan lain. Karena setauku Mas Radit adalah pria yang baik.” pikirnya.

Matahari masih enggan bersinar, nampaknya akan turun hujan lagi tapi Dewi sudah berada di depan rumah Radit.
            “Mas Radit, Dewi ingin bicara sebentar mas.”
            “Aku sibuk wi, jadi langsung pada pokok tujuanmu.” jawab Radit garang
            “Dewi punya salah apa mas? Kenapa Mas Radit memutuskan dan menghindari Dewi?” Tanya Dewi sambil meremas pinggir roknya.
            “Wi, kan uda aku bilang. Aku tidak suka lagi sama kamu. Jadi lebih baik kita tidak usah berhubungan lagi.”
            “Tapi mas, Dewi masih suka banget sama Mas Radit. Dewi tidak mau berpisah sama Mas Radit.” Jawab Dewi sambil terus memegang tangannya yang gemetaran dari tadi.
            “Aku sibuk wi, aku mau pergi dan aku tidak mau kau seperti ini lagi.”

Dewi memandangi punggung Radit yang semakin lama semakin jauh darinya. Lagi-lagi hujan turun bersamaan dengan airmata Dewi. Dalam keadaan basah kuyup, Dewi berjalan pergi. Ia berhenti sejenak di ujung jalan raya dan duduk jongkok sambil memeluk kakinya yang kini gemetaran. Padahal dulu ia sangat menyukai hujan di akhir musim kemarau seperti ini. Sejak ia kecil bapak dan ibunya selalu bahagia bila hujan mulai membasahi lahan yang kering karena kemarau. Maklum bapaknya adalah seorang petani. Melihat orangtuanya senang, Dewi juga mulai menyukai hujan. Tapi hari ini, ia kesal pada hujan yang turun saat hatinya sedang mendung.

Sebuah motor berhenti tepat didepan Dewi. Pria tinggi dan kurus itu menghampiri Dewi. Dewi segera menghapus tetesan airmata bercampur hujan di wajahnya.
            “Kamu kenapa wi?”   
            “Ahhh… tidak ada apa-apa kok mas. Mas Ali mau kemana?”
            “Tapi kamu basah kuyup nduk... Kuantar pulang dulu ya? Kamu pakai saja jaketku biar tidak dingin.” Kata Ali sambil menyerahkan jaketnya pada Dewi

Selama perjalanan, Dewi memandang punggung Ali. Pria yang selama ini selalu membantunya. Saat pertama sampai di ibukota, Ali lah yang menyelamatkan Dewi dari perampokan bahkan Ali membantu Dewi mencari kontrakan yang sekarang ia tempati. Pria yang kadang memanggil Dewi dengan sebutan ‘nduk’ sama seperti bapaknya memanggilnya. Bagi Dewi, Ali adalah sebuah payung yang dia butuhkan saat hujan tiba. Bahkan Dewi menganggap Ali sudah seperti titisan bapaknya yang kini ada di surga.
            “Kamu yakin baik-baik saja?” tanya Ali begitu sampai dikontrakan Dewi
            “Aku baik-baik saja kok mas. Makasih ya sudah mengantarku.”
            “Memangnya Radit kemana? Kenapa kamu sendirian disana?” Tanya Ali. Jantung Dewi berdebar begitu kencang mendengar pertanyaan Ali.
            “Mas Radit ya dirumahnya mas. Aku mau mandi dan siap-siap kerja mas. Mas Ali pulang saja. Makasih atas tumpangannya.”

Dewi terburu-buru mengakhiri percakapannya dengan Ali. Bagaimana bisa ia menceritakan kalau Radit lah yang membuatnya seperti itu. Ali adalah orang yang membuat Dewi dan Radit saling mengenal. Maklum Radit dan Ali adalah teman baik. Ia ingat bagaimana Ali melarang Dewi dekat dengan Radit dulu. Ali bilang, Radit bukan pria yang baik dalam hubungan asmara. Tapi Dewi dan Radit keras kepala dan akhirnya mereka menjadi pacar. Kini Dewi pun mengerti maksud Ali. Radit benar-benar menyakitinya.

Berbeda dengan Radit, Ali adalah pria yang baik sejak pertama kali Dewi bertemu dengannya. Ali sendiri pernah mempunyai kekasih dan itu sudah berjalan sekitar 3 tahun. Sayangnya gadis itu harus menikah dengan pilihan orangtuanya. Benar-benar hubungan yang sangat indah bila dibandingkan dengan cerita cinta Radit dan kekasih-kekasihnya.

Dewi menerjang harga dirinya dan kembali menemui Radit. Ia tidak bisa mengontrol perasaannya lagi. Ia memaksa Radit menemuinya di taman kota.
            “Bukankah aku sudah bilang agar kita tidak perlu bertemu lagi?
            “Mas, aku cuma ingin tau alasan kau tidak menyukaiku lagi. Apa aku melakukan kesalahan yang membuatmu marah?”
            “Wi, kau juga adalah teman Ali dan aku tidak mau membuat masalah dengan Ali.  Karena itulah aku bertahan denganmu. Tapi aku sudah di ambang kebosanan jadi aku mengakhirinya.”
            “Tak ingatkah kau akan semua surat cinta yang pernah kita tulis mas?”
            “Maaf wi, ini terakhir kalinya kita membicarakan hubungan kita. Kita sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa. Kau mengerti?” kata Ali lalu pergi meninggalkan Dewi

Ada tetes bening yang jatuh mengucur di pipi halus Dewi. Ia teringat akan semua surat cinta yang pernah ditulis Radit. Kata-katanya begitu manis dan indah. Membuat Dewi kehilangan akal dan pikiran. Ia pun masih mengingat isi surat cinta itu karena setiap malam tiba, Dewi selalu membaca surat-surat itu yang dia kumpulkan di peti kecil.
            “Wi, aku membeli nasi goring kesukaanmu ni.” Kata Ali yang masuk saat Dewi menangis memandangi surat-surat cinta Radit.
            “Jangan bohong lagi wi, kamu kenapa? Apa Radit melakukan sesuatu padamu?”

Dewi memandangi Ali dan menangis dibahu Ali. Dewi pun akhirnya menceritakan semuanya pada Ali. Api amarah seakan keluar dari diri Ali. Namun Dewi mencoba mendinginkan kepala Ali.
            “Aku bilang juga apa. Radit itu bukan pria baik dalam hubungan cinta. Ia selalu saja seperti ini. Berani sekali ia melakukannya padamu juga.”
            “Udah mas, jangan diperbesar lagi masalahnya. Jika Mas Ali sampai bertengkar dengan Mas Radit gara-gara aku, aku jadi merasa bersalah mas.”
            “Tapi kamu gak apa-apa kan wi?”
            “Iya mas. Aku gak apa-apa. Sebulan ini, aku berpikir keras. Ya mungkin aku gak jodoh dengan Mas Radit. Lagipula Mas Raditnya uda gak suka sama aku, jadi mau gimana lagi.”

Ya, sudah berganti bulan lamanya Radit meninggalkan Dewi. Wajah muram Dewi berangsur bersinar. Ia memberanikan diri menulis sebuah coretan kecil untuk pria yang pernah mengisi hatinya itu. Butiran embun menempel di hidung. Mungkin lebih tepatnya butiran keringat. Tak tau apa yang harus ia tulis karena rasanya sudah sirna semua harapannya untuk dapat kembali kepada pria itu. Jari jemarinya menjadi lemas seakan tak sanggup untuk menulis.
Mas Radit,
Apa kabar mas? Lama tidak bertemu. Ini adalah suratku yang terakhir jadi kau harus membacanya mas.
Mas, gadis ini adalah seseorang yang sangat sederhana. Seorang gadis yang mengenal apa itu cinta darimu. Seorang yang bahkan tidak bisa melupakanmu walau sedetik. Gadis ini berterimakasih padamu mas yang telah mengajari apa itu kebahagiaan mencintai dan dicintai. Gadis ini juga telah memutuskan menyerah padamu. Kau harus bahagia mas.
Biarlah awan akan terus berjalan mengelilingi langit meskipun mendung…

Dengan perasaan gundah dan gelisah, Dewi memutuskan untuk menentang angin kencang sore ini hanya untuk mengirimkan surat itu pada Radit. Langsung pada Radit? Sepertinya tidak, ia hanya akan menaruhnya di kotak surat. Ingin hati melihat dan menyerahkannya langsung tapi apa daya Dewi tidak ingin menggangu hidup Radit lagi.
            “Mas… hiduplah bahagia. Maafkan Dewi yang egois selama ini.” Ucapnya saat selesai meletakkan surat itu pada kotak surat.

Gerimis datang lagi. Selalu pada saat seperti ini, itulah yang dipikirkan Dewi. Tiba-tiba sebuah payung melindunginya dari hujan. Dia pandangi wajah pemilik payung itu.
            “Mas Ali?”
            “Maukah kau memulainya dari awal bersamaku?” Tanya Ali
Ali menawarkan sebuah cinta pada Dewi disaat hati Dewi terluka karena cinta. Dewi tersenyum melihat wajah Ali. Tiba-tiba ia ingat kata ibunya
            “Nduk, pria yang baik itu adalah pria yang ada saat kau membutuhkan. Pria seperti bapakmu itu. Ibu selalu berdoa agar kamu menemukan pria yang mencintaimu sebesar cinta bapakmu pada ibu dan kamu.”

Dewi tau dengan jelas, pria itu adalah Mas Ali. Meskipun ia terlambat menyadarinya tapi ia bersyukur bisa mendapat seorang pria seperti kata ibunya.
            “Bu, Dewi sudah menemukannya bu…”



-          THE END   -






PROMISE

Sebuah cerpen ala korea yang pernah kubuat untuk mengikuti sebuah lomba cerpen. Sepertinya lagi-lagi aku kurang beruntung. Entah apa yang kurang dalam tulisanku ini.
Mungkin readers ada yg mau membantuku menemukan kekuranganku. Gamsha





PROMISE
             “Tak bisakah oppa(1) membatalkannya dan tetap disini?” ucap KyuRin dengan tatapan sendu pada Jong Woon. Tangan Jong Woon mengusap rambut KyuRin dengan lembut.
            “Ini hanya sementara. Oppa pasti akan kembali sesegera mungkin.”
            “Bohong… 2 tahun itu waktu yang lama oppa…”
            “KyuRin ah… bukankah kau pernah bilang jika tak terasa kita sudah bersama lebih dari 4 tahun. Sama halnya dengan itu, ini semuanya akan berjalan cepat. Kau harus yakin itu.”
            “Tak bisakah oppa melanjutkan study disini saja?”

Jong Woon menatap kekasihnya itu. Ia melihat tangan KyuRin yang mulai gemetar dan wajahnya yang mulai memerah. Jong Woon tau sebentar lagi kekasihnya itu akan menangis. Perlahan Jong Woon beranjak dari tempat duduknya dan memeluk KyuRin. Ia tidak peduli bila seluruh isi pengunjung kedai mie di daerah Incheon itu, memandangnya. Saat ini, hati KyuRin lah yang ia khawatirkan. KyuRin menangis tanpa suara di bahu Jong Woon.
            “Oppa akan mencintaimu dan mengingatmu dimanapun dan kapanpun itu. Percayalah…” hibur Jong Woon
            “Ne, arasseo(2) oppa… Tapi berjanjilah, bahwa oppa tidak akan melihat wanita lain selain aku.” kata KyuRin seraya menyodorkan jari kelingkingnya pada Jong Woon
            “Arasseo arasseo. Jika ada wanita lewat, aku akan menganggapnya pria

dan menutup mataku.” goda Jong Woon yang mencoba mencairkan suasana          
            “Oppa…” kata KyuRin seolah menyuruh Jong Woon menghentikan candaannya itu.

Suara angin yang menabrak kaca membangunkan KyuRin dari lamunannya. Ya, benar. Itu semua adalah ingatan KyuRin akan percakapannya dengan Jong Woon seminggu yang lalu. KyuRin bergegas kembali pada kenyataan dan membersihkan meja-meja toko kopi tempatnya bekerja yang berada di pinggir kota Seoul.

Sebuah pesan singkat dikirim Jong Woon pada KyuRin. Sebuah pesan yang membuat airmata KyuRin langsung jatuh berhamburan. Sebuah pesan yang tertulis :
-KyuRin ah.... saat kau baca pesan ini, aku telah berada di bandara dan akan pergi. Maaf bila oppa pergi diam-diam seperti ini. Oppa hanya tidak ingin kau mengantarku dan menangis. Oppa janji, oppa akan segera kembali…-

KyuRin jatuh bersimpuh di lantai dan tertegun. Ia menggenggam tangannya yang mulai gemetaran. Pandangannya pun mulai samar dan airmatanya mulai menetes.
            “Kau mau kemana?” tanya salah satu rekan KyuRin.
            “Aku harus kesana. Aku harus menjemputnya.” balas KyuRin sambil berganti baju

KyuRin mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari. Sejenak, ia berhenti sambil

memegang dadanya yang sakit. Ia merogoh sakunya. Hanya tersisa beberapa won
yang hanya cukup untuk naik bis. KyuRin mengejar bis yang terlihat baru saja berangkat. Saat ini waktu adalah hal yang terpenting baginya. Ia harus bergegas agar bisa melihat Jong Woon. Sesampainya di Bandara Incheon, dengan napas yang naik turun dan keringat yang membasahi rambut dan bajunya, KyuRin berlarian mencari Jong Woon dalam bandara. Ia berhenti dan menengok kanan kiri berharap melihat Jong Woon. Orang-orang berlalu dengan cepat sedangkan KyuRin masih berdiri terdiam disana sambil meremas ujung roknya karena cemas.
            “Oppa… oppa…”  desah KyuRin terus menerus. KyuRin jatuh bersimpuh di lantai sambil memegang dadanya yang sakit lalu memukul-mukul lirih dadanya. Suaranya yang parau terus menerus menyebut namanya sendiri. Mengutuki dirinya yang tidak bisa melepaskan Jong Woon. Mengutuki dirinya yang tidak bisa berpisah dan hidup tanpa Jong Woon. Bagaimana ia akan bertahan setelah ini, itulah yang terus ia pikirkan.

Hari berganti hari. Musim demi musim berlalu dan tahun pun mulai berlalu. Seperti biasa, KyuRin memandang langit luas dengan wajah sedih. Kali ini dia duduk di taman yang dulu sering ia datangi bersama Jong Woon. Di hadapannya, kenangan bersama Jong Woon di taman itu seolah terulang dihadapannya. Saat dimana KyuRin dan Jong Woon duduk bersama di taman. KyuRin melingkarkan lengannya ke salah satu sisi lengan Jong Woon sambil tidur di bahu Jong Woon.                                                
            “Oppa… neomu neomu neomu joa(3).” kata KyuRin sambil mengedipkan mata ke Jong Woon. Sontak Jong Woon tertawa melihat tingkah KyuRin. Melihat

Jong Woon yang tertawa, KyuRin  memasang wajah cemberut. Lalu Jong Woon
menyentil pelan kepala KyuRin sebanyak 3 kali sambil tersenyum gemas.
            “Dasar kau ini…”
            “Arghhh oppa sakit tau. Tapi oppa suka kan? Ya kan? Aku lucu kan?” goda KyuRin sambil menggoyangkan lengan Jong Woon yang masih dipeluknya.

Namun kenangan itu menghilang bersamaan dengan angin sore yang berhembus dingin. KyuRin hanya bisa memandangi tempat kenangannya itu. Ia menggigit bibirnya yang bawah dan airmatapun mulai berjatuhan dipipinya yang dingin. Ini bukan pertama kalinya ia seperti ini. Sejak kepergian Jong Woon, hanya airmata yang selalu menghiasi wajahnya. Apalagi Jong Woon tak sekalipun memberi kabar pada KyuRin.

            “Lupakan pria itu, sudah jelas dia tidak mencintaimu lagi.”
            “Apa kau yakin disana ia tidak memiliki kekasih baru?”
            “Jika ia mencintaimu harusnya ia menghubungimu. Lupakan saja dia”
Itu semua adalah kata-kata dari teman-teman KyuRin yang membuatnya semakin merasakan nyeri di dadanya. Bagi KyuRin, Jong Woon bukan hanya sebagai kekasihnya tetapi juga kakak yang selalu ada dan menghiburnya. Karena itulah, Jong Woon sudah seperti nasi dalam kehidupannya. Lalu bagaimana bisa ia menghapus Jong Woon begitu mudahnya seperti kata teman-temannya? Seperti biasa, KyuRin terdiam dikamar sambil memandang jauh keluar jendela kamarnya. Ia membuka computer di mejanya dan mendapati ada sebuah pesan di emailnya.

Sebuah pesan yang berisi video dengan judul “Promise”.  Perlahan ia pun membuka dan langsung terdiam. Itu adalah wajah Jong Woon, kekasihnya yang selalu ia rindukan.

            “Hana dul set(4)…” kata Jong Woon dalam video itu lalu airmata KyuRin pun jatuh
            “Dalam hitungan ketiga kau pasti menangis. Aku benar kan? KyuRin ah…mianhae(5). Maafkan oppa yang baru sempat memberimu kabar. Oppa melakukannya bukan karena oppa melupakanmu. Tapi karena oppa takut saat melihat wajahmu, oppa akan menjadi lemah dan menyerah. Oppa sudah menepati janji pertama oppa untuk tidak melihat wanita lain. Oppa akan segera menepati janji oppa yang kedua yaitu kembali padamu. Sampai saat itu tiba, jadilah kuat dan hapus airmatamu. Oppa ingin saat oppa kembali, kau sudah menjadi gadis yang dewasa. Hm… bisa kan? bukankah hanya tinggal sedikit lagi? Oppa yakin kau sudah menghitung mundur hari pertemuan kita. Oppa mencintaimu…” kata Jong Woon. Mendengar dan melihat video itu, KyuRin menangis bahagia. Ia tahu kalau Jong Woon tidak melupakannya dan akan segera kembali padanya. 7 bulan 3 hari lagi, mereka akan bertemu kembali.
            “Oppa…aku akan belajar lebih dewasa agar saat kau kembali kesini, kau tidak akan punya alasan untuk meninggalkanku lagi.” KyuRin mencoba menguatkan hatinya dan menghapus tiap tetes airmatanya.

Beberapa menit sebelum video itu terkirim ke KyuRin, di Singapura Jong Woon

nampak berjalan kearah taman sebuah rumah sakit sambil memakai kursi roda. Lewat tablet yang dimilikinya, ia membuat rekaman itu dan dikirimkan ke KyuRin. Setelah itu, Jong Woon nampak masuk lagi ke dalam rumah sakit.

Hari yang ditunggu pun telah tiba. KyuRin berdandan cantik dan berdiri di depan Bandara Incheon. Sesekali ia merapikan baju dan rambutnya yang terus ditiup angin. Jong Woon yang melihatnya hanya tersenyum
            “Oppa…” KyuRin pun berlari memeluk Jong Woon
            “Apa kau begitu merindukan oppa?” tanya Jong Woon
            “Ne, neomu neomu neomu bogoshipo(6). Wajahmu begitu pucat. Oppa pasti lelah. Aku akan mengantarmu pulang.”
            “Apa tidak masalah bila kita hanya bertemu sebentar?”
            “Iya tidak apa-apa. Oppa istirahat saja dirumah.”

KyuRin dan Jong Woon berjanji akan piknik bersama esok hari. Malamnya, KyuRin membuat kegaduhan karena sibuk membuat kimbab dan kimchi kesukaan Jong Woon. Jam 9 pagi, KyuRin sudah bersiap dengan bekal yang sudah dibuatnya semalam. Tapi hingga jam 12 siang, Jong Woon tak juga menjemputnya. KyuRin sudah berkali-kali menghubungi Jong Woon tapi tidak ada yang mengangkat. Ia pun mulai merasa cemas.

Dirumah Jong Woon pada jam 9 yang lalu, Jong Woon yang hendak berangkat menjemput KyuRin, terjatuh pingsan di depan pintu rumahnya. Keluarganya

membawa Jong Woon ke rumah sakit. Pada pukul 12 lewat beberapa menit, KyuRin yang baru dihubungi ibu Jong Woon sampai di rumah sakit. Tepat saat itu, dokter menggelengkan kepala dan ibu Jong Woon menangis. KyuRin bingung menatap mereka. Dengan langkah yang berat, ia menghampiri orangtua Jong Woon.
            “Ahjussi(7), katakan padaku apa yang terjadi pada Jong Woon Oppa?” Tanya KyuRin pada ayah Jong Woon
            “Jong Woon mengidap leukemia. Dua tahun yang lalu, kami pergi ke Singapura untuk mengobatkannya kesana tapi… semuanya gagal. Kesempatan terakhir adalah dengan cara operasi. Akan tetapi tingkat keberhasilan sangat rendah dan ia tidak ingin melakukannya.” Kata ayah Jong Woon. Mendengar hal itu, KyuRin terdiam terpaku tanpa ekspresi. Matanya tampak begitu kosong. Ibu Jong Woon menghampirinya dan memeluknya
            “Maafkan kami yang merahasiakan ini darimu. Jong Woon melarang kami mengatakannya. Ia takut kau sedih dan terpuruk karena keadaannya. Karena itulah ia memintamu menunggu dengan harapan saat kembali, ia akan pulih. Tapi… keadaannya semakin memburuk. Ia menolak operasi karena ia takut, ia tidak akan bisa menepati janjinya untuk kembali padamu setelah 2 tahun.” Kata ibu Jong Woon yang terus menerus menangis sambil memegang tangan KyuRin

KyuRin berjalan gontai menuju ruangan Jong Woon dengan tatapan kosong. Tak ada satupun airmata yang menetes di matanya. Ia hanya menggengam tangan Jong Woon sambil terus memandanginya. Kenangan 3 tahun silam saat mereka      

bersama melihat kembang api tahun baru, muncul kembali dikepala KyuRin.          
            “Seperti tahun ini, tahun-tahun yang akan datang, Oppa harus tetap berada disisiku seperti ini dan menemaniku melalui tahun seperti yang kemarin.” ucap KyuRin. Jong Woon membelai rambut KyuRin dan tersenyum
            “Oppa janji. sampai 1000 tahun lagi pun akan tetap sama. Kim Jong Woon dan Kim Kyu Rin akan selalu bersama.”
            “Kim couple(8)… Kita memang sudah ditakdirkan bersama.” kata KyuRin sambil terkikih mengucapkan kata-kata kim couple yang ia buat sendiri.

Itu semua adalah sedikit ingatan dari kenangan KyuRin bersama Jong Woon. Sekarang yang ada dihadapannya adalah pria yang sama tapi pria ini akan meninggalkannya untuk selamanya. Sudah 2 hari Jong Woon koma. Begitu pula yang dilakukan KyuRin, setiap hari ia hanya duduk sambil menggegam tangan dan memandangi Jong Woon. Ibu Jong Woon mendekati KyuRin dan menepuk bahunya. Terdengar desahan panjang dari napas ibu dari pria yang dicintai KyuRin. Desahan yang mengisyaratkan betapa beratnya apa yang akan ia katakana pada KyuRin sebentar lagi.
            “Lepaskan ia...” ucap ibu Jong Woon. KyuRin menatap wajahnya dengan penuh keheranan. Melepaskan orang yang dicintainya? Apa ibunya Jong Woon marah karena Jong Woon melepaskan kesempatan operasi demi dirinya? Itu semua yang dipikirkan oleh KyuRin.
            “Aku tau ini sulit untukmu. Tapi ini juga sulit untuk Jong Woon. Ia tidak bisa pergi sebelum kau melepaskannya.” sambung ibu Jong Woon

            “Bagaimana mungkin ada pria yang tidur selama dia. Iya kan ahjuma(9)? Dia selalu menyebutku tukang tidur. Padahal sekarang dia tidur lebih lama.”
            “KyuRin ah… hentikan. Jong Woon tidak akan bisa bangun lagi. Dia menunggumu untuk melepaskannya. Biarkan ia pergi dan melepaskan rasa sakit ditubuhnya.” kata ibu Jong Woon yang terus meyakinkan KyuRin.
            “Aku sudah menunggunya selama 2 tahun dan Jong Woon Oppa belum sempat berkata apapun padaku. Aku sudah membuat kimchi dan kimbab untuknya. Kami akan piknik bersama.” kata KyuRin sambil terus memandangi wajah Jong Woon. Tak ada ekspresi di wajah KyuRin tapi matanya seakan menggambarkan semua duka yang kini dirasakannya. Ibu Jong Woon memeluk gadis malang itu dan menepuk punggungnya. Ibu Jong Woon tak sanggup lagi berkata apapun pada KyuRin. Ia tau, KyuRin begitu hancur dan terluka. Ibu Jong Woon meninggalkan KyuRin sendirian dalam ruangan itu.

Tiba-tiba tangis KyuRin pecah. Ia terisak cukup keras dan ia meletakkan telapak tangan Jong Woon didadanya.
            “Oppa, apa kau bisa merasakan hatiku? Rasanya begitu sakit oppa. Jauh lebih sakit daripada 2 tahun lalu saat kau pergi keluar negeri. Kenapa kau meninggalkanku lagi? Bukankah kau sudah berjanji akan hidup 1000 tahun bersamaku?” KyuRin menundukkan kepala dan menangis cukup lama. Seluruh tubuhnya lemas dan mati rasa. Hanya sesak yang teramat sangat di dada yang ia rasakan. Ibu Jong Woon yang melihatnya dari luar ikut menangis melihat KyuRin seperti itu.
            “Seharusnya, oppa menjalani operasi itu. Maafkan aku… maafkan aku karena selalu membuatmu cemas. Haruskah itu kulakukan? Aku…” kata KyuRin terbata-bata. Ia menutup mulutnya, seolah tak ingin melanjutkan kata-katanya. Ia terus menerus menangis sambil menutup mulutnya dengan tangannya yang gemetar. Ia benar-benar tidak siap bila harus melepaskan Jong Woon saat ini.
            “Aku meminta oppa untuk tak melihat wanita lain disana dan kembali kepadaku tepat setelah 2 tahun.  Oppa benar-benar penurut. Bagaimana bisa kau begitu patuh padaku? Harusnya oppa datang sebelumnya agar aku bisa bersama denganmu cukup lama. Aku membencimu oppa…” Tangan KyuRin semakin dingin dan gemetar. Airmatanya yang terus mengalir membuatnya sulit bernafas.
            “Andai itu bisa kulakukan. Andai aku bisa membencimu… Terima kasih oppa karena telah menjaga janjimu padaku hingga akhir dan kembali padaku meski sejenak.” KyuRin menggengam tangan Jong Woon dan pergi

KyuRin berada di pantai di Pulau Jeju, tempat dimana ia dan Jong Woon sering menghabiskan liburan bersama. KyuRin berjalan kearah laut. Air laut sudah setinggi lututnya lalu ia berhenti untuk memandang matahari mulai tenggelam.
            “Oppa… kau pasti sudah sampai disana. Oppa tidak perlu khawatir. Seperti yang oppa inginkan, aku akan menjadi dewasa, kuat dan tidak mudah menangis. Oppa… kau pasti sendirian disana kan? Untuk terakhir kalinya, maukah oppa berjanji untuk menungguku disana hingga waktuku tiba?”

-          THE END     -

New Beginning

Haaiiii.... Lama banget aku gak muncul dirumahku ini. 2014... terakhir kali aku singgah disini. Ini bukan karena aku punya rumah ...

Paling Disukai