K3K4sih untuk K3K4sihQ....



“ Nona, kamu baik-baik saja? Kamu tidak gila kan?” tanya seorang pemuda kepadaku.
Spontan mukaku menjadi merah. Aku benar-benar malu, ada yang melihatku tersenyum sendiri. Wajarlah pasti dia mengiraku orang gila. Aduh, apa yang mesti kulakukan? Aku harus pergi.
“ Enggak…..siapa bilang? Suka-suka aku dong mau tertawa dimana. Apa taman ini milikmu sehingga ku gak boleh tersenyum disini?” jawabku.
“ Tapi kau melamun lalu tersenyum sendiri. Ntar orang-orang pikir kamu gila lagi.”
“ Ihhh……dasar cerewet!”
Akupun pergi. Haduh……malu banget rasanya. Aku berharap gak bakal ketemu dia lagi. Sebenarnya tadi aku sedang mengingat-ingat seseorang dimasa laluku. Seseorang yang berjanji akan menemuiku ketika aku sudah lulus SMA tapi ini sudah setahun dan dia tidak kunjung datang.
“ Seina….”
Sapa seseorang lalu dia menghampiriku.
“ Mela?”
“ Hmm……lagi melamun ya? Kamu ini suka sekali melamun akhir-akhir ini.” katanya.
“ Masa sih?” jawabku sambil tersenyum.
“ Ayo, ini sudah siang. Ntar kita terlambat masuk kelas lagi. Kamu tau kan sekarang jam dosen killer itu.”
“ Ayo…”
Mela adalah sahabat karibku, kami bersahabat sejak SMA karena kebetulan dia teman aku SMA. Apalagi sekarang dia teman aku satu kampus lagi dan rumah kamipun juga dekat.
“ Seina, kamu ada masalah? Tadi dikelas pun kamu terlihat melamun. Untung kamu gak ketahuan dosennya. Ada apa sih?”
“ Aku cuma ingat orang itu saja. Sudah setahun dari janjinya tapi dia tidak menemuiku juga.”
“ Maksud kamu kakak Vian, anak teman ibu kamu itu?”
“ Iya…..”
“ Ayolah Seina, ini bukan dunia khayalan yang kamu bisa berharap seseorang menepati janji masa kecilnya. Paling-paling dia sudah lupa atau sudah menikah mungkin?” jawab Mela.
“ Iya sih, tapi aku menyukainya. Dia baik dan selalu menolongku saat aku kesulitan waktu itu. Meski sudah 13 tahun berlalu. Dia berjanji akan menemui aku saat aku lulus SMA. Aku sayang sama dia dan aku…….”
“ Seina dengar! Aku gak mau kau begini terus. Kau hanya mengingat-ingat masa lalu yang sangat tidak jelas. Itu hanyalah ucapan anak kecil berusia 7 tahun dan kemungkinan seseorang untuk ingat apa yang dia ucapkan saat dia sekecil itu sangat tidak mungkin. Bukannya aku mau menghancurkan harapanmu tapi aku gak mau kau seperti ini. Masa depanmu masih panjang ya?” hibur Mela kepadaku.
“ Iya, mungkin kamu benar Mel….. Aku harus melupakannya.”
Aku sangat menyukai Kak Vian, tapi aku tau ini tidak mungkin. Iya, pasti dia sudah lupa akan janjinya padaku. Biarlah aku saja yang menyimpan masa laluku dengannya. Hari-haripun berganti, aku mulai mencoba menghapus ingatanku pada Kak Vian. Aku memang bodoh mengharap sesuatu yang tak mungkin.
Hari ini aku pergi ke toko buku. Ada buku yang harus kucari untuk ujian minggu ini. Aku sudah berkeliling ke semua toko buku tapi buku yang kucari tidak ada juga. Akhirnya akupun menuju gramedia untuk mencari buku itu. Ada, tinggal satu. Ketika ingin kuambil ada tangan lain yang juga mau mengambil buku itu.
“ Maaf tapi aku duluan.” kataku.
“ Kamu….. Sebentar aku lupa. Oh iya, kamu gadis yang tersenyum sendiri di taman kan?”
Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu pria ini lagi? Haduh……aku mesti gimana? Masa bodoh a, toh aku juga tidak gila seperti yang dipikirkan pria ini.
“ Memangnya apa urusanmu? Pokoknya buku ini milikku.” kataku.
“ Hei, enak saja. Aku duluan tau.”
“ Kamu tau berapa toko yang aku kelilingi untuk bisa mendapatkan buku ini. Lagian aku akan ada ujian jadi ini milikku.”
“ Owh, jadi kamu juga mencari buku sejarah dunia ini ya? Tapi aku juga perlu tau…” jawabnya dengan santainya.
“ Kamu…….”
Aku kesal setengah mati dibuat oleh pria ini. Tapi aku perlu banget buku ini. Kalau aku ngalah ntar dia jadi kesenengan. Huh…….menyebalkan……
“ Baiklah, terserah kamu.”
Lalu akupun pergi meninggalkan pria itu dan buku itu. Hiks…..aku mesti gimana ya buku itu penting banget lagi. Aku bersumpah gak mau lagi lihat wajah pria itu dan aku juga gak mau mengenal atau bertemu pria itu lagi. Titik. Syukurlah ujiannya bisa kulalui dengan mudah walau tanpa buku itu. Aku bangga sekali pada diriku. Aku menceritakan semuanya pada Mela dan dia tertawa katanya aku yang lucu. Sudahlah yang penting aku gak mau lagi ingat pria itu.
Sudah satu bulan ini, aku kerja sambilan disebuah café. Aku gak mau terlalu membebani ibuku. Sejak ayah meninggal sepuluh tahun yang lalu, ibu jadi banting tulang sendiri menghidupiku. Kadang aku merasa ibu adalah sosok wanita tegar yang pernah ada. Karena itu aku juga harus bisa tegar seperti ibu dalam menjalani kehidupanku sendiri. Hari ini, aku lembur karena harus menyiapkan untuk acara di café besok. Hari sudah malam, semoga jalanan masih ramai ya karena kuharus jalan kaki ke rumah. Mending aku nyari angkotan saja deh, suasana sudah sepi jadi aku takut kalau jalan sendirian. Tapi sudah setengah jam aku berdiri tapi angkutan belum ada yang lewat. Tiba-tiba ada pria bermotor berhenti didepanku. Kuamati wajahnya yang mulai terlihat ketika dia membuka helm. Astaga pria menyebalkan itu lagi? Mau apa dia.
“ Mungkin kamu butuh tumpangan gadis aneh?” tanyanya.
“ Apa kamu bilang? Gadis aneh? Dasar.” Jawabku dengan sinis
“ Hari sudah malam lho, mana mungkin ada angkutan jam segini?” katanya dengan santai.
“ Ogah…..” jawabku. Lalu kulihat dia tersenyum.
“ Baiklah kalau begitu. Tapi…apa kau tidak memperhatikan cowok-cowok disana? Kulihat daritadi mereka memandangimu lho? Sepertinya mereka menyukaimu deh.”
Kulihat cowok-cowok diseberang, mereka anak-anak nakal. Dan mereka melambaikan tangan padaku? Hii……aku jadi takut deh.
“ Tunggu baiklah aku ikut.” kataku.
“ Tuh kan akhirnya kamu takut juga. Coba tadi kamu gak ikut aku gak tau deh kamu jadi apa.”
“ Sudah diam! Aku terpaksa tau, kalau suruh memilih lari 100 km apa bareng kamu aku pasti memilih lari. Jadi jangan banyak bicara.” kataku.
Dia mengantarku hingga diujung gang jalan kerumahku. Meski aku sebel setengah mati sama dia tapi hari ini dia nolong aku. Gak tau deh kalau dia gak datang. Tapi aku harus bersikap cuek agar dia tak menggangguku lagi.
“ Hei tuan kacamata, trimakasih.” kataku.
“ Oh iya kalau begitu sekarang 1-0. Kamu punya hutang kepadaku.” katanya sambil tersenyum dan mengedipkan mata kirinya padaku. Lalu dia pun pergi.
Ihh…..dasar bodoh. Kenapa aku harus mengenal cowok kayak dia sih? Hutang budi padanya? Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan agar aku gak punya hutang budi dan semacamnya pada cowok itu. Sudah seminggu berlalu tapi aku masih gak tau apa yang harus kulakukan untuk membalas budinya.
“ Seina, kamu kenapa kok kelihatannya sebel banget?” tanya Mela.
“ Kamu ingat ceritaku tentang cowok menyebalkan yang menyebut aku gadis aneh itu?”
“ Iya, mana mungkin aku lupa. Cowok yang melihat kamu senyum-senyum sendiri itu kan?”
“ Mela…….” kataku.
“ Iya iya maaf. Memangnya ada apa?”
“ Aku punya hutang budi deh pada tuan kacamata itu. Dia pernah mengantar aku pulang dari café, waktu itu sudah malam dan gak ada angkot. Aku bingung bagaimana cara membalas budinya itu.”
“ Tuan kacamata? Cowok itu maksudmu?” tanya Mela sambil tersenyum.
“ Habis dia pakai kacamata sih jadi kupanggil saja begitu.”
Lagi-lagi bukannya membantu tapi Mela malah ngetawain aku. Hari ini, aku pergi ke perpustakaan umum. Aku sudah mengambil kunci loker tapi belum sempat aku menaruh tas dan membuka loker tiba-tiba handphoneku berbunyi. Aku pergi keluar dan mengangkat telepon itu. Huh….ternyata aku disuruh ke café sekarang karena ada pegawai yang gak masuk. Padahal ini kan hari liburku di café. Aku bermaksud mengembalikan kunci loker tapi kulihat ada tuan kacamata.
“ Ayolah pak, aku perlu banget ke perpustakaan ini. Ada tugas yang mesti kukerjakan.” pinta tuan kacamata pada penjaga kunci loker.
“ Maaf tapi gak ada loker kosong. Kalau kamu mau taruh saja dibelakangku. Tapi aku gak menjamin isi tas kamu masih utuh karena aku juga gak diam saja disini.” kata penjaga itu.
“ Ini. Pakai saja lokerku. Aku tidak jadi masuk karena aku mau pulang.” kataku sambil menyerahkan kunci loker bernomor 13 padanya.
“ Hei, gadis aneh apa kamu yakin” katanya.
“ Sudah ditolong masih bilang seperti itu. Ingat ya tuan kacamata, aku tau kok kamu perlu banget ke perpustakaan ini. Jadi hutang kita impas, 1 sama. Dan jangan ganggu aku lagi.” kataku lalu pergi.
Terimakasih Tuhan, Engkau berpihak padaku hari ini. Akupun langsung pergi kerja.
“ Seina, ada pelanggan di meja nomor 4 minta kamu yang melayani. Katanya dia teman kamu.” kata Risa pegawai café juga.
“ Hm….baiklah.” kataku. Lalu akupun mengambil daftar menu dan menuju meja no. 4 itu. Aku tidak melihat wajahnya karena dia membelakangiku.
“ Maaf tuan, ada yang bisa dibantu? Ini daftar menunya.” kataku sambil memberkan daftar menu itu.
“ Aku pesan jus alpukat dan kue coklat caramel.” pintanya sambil tersenyum dan menoleh ke arahku.
“ Ya Tuhan, kamu? Hei, tuan kacamata maumu apa sih?” tanyaku.
“ Gak kok. Kebetulan aku lewat dan melihatmu kerja disini lalu aku mampir deh.”
“ Kau…… Jika saja kamu bukan tamu disini bakal kuusir kamu. Baiklah tunggu sebentar, minuman dan kuenya akan kami siapkan.” kataku sambil menahan marah.
Kukira aku gak akan bertemu dengannya lagi. Tapi kenapa sih aku mesti ketemu lagi dengannya. Aku pun menyerahkan pesanan tuan kacamata itu.
“ Silakan, pesanan sudah siap.” kataku lalu membalikkan badan dan bermaksud untuk pergi.
“ Hei gadis aneh, ada yang bilang kebetulan yang terjadi berulangkali adalah takdir. Jadi mungkin ini takdir kita.” katanya dengan wajah sok tau.
“ Hanya orang bodoh yang mempercayaimu.” kataku lalu pergi.
Ihhh…….cowok menyebalkan. Takdir kita? Memangnya dia siapa? Tidak lama kemudian café tutup dan kami pulang. Tapi hujan cukup deras.
“ Seina, kamu bawa payung kan? Kalau tidak bareng yuk?” ajak Risa.
“ Enggak makasih Ris, aku bawa kok.” kataku.
“ Baiklah, aku duluan ya? Daahh…”
Akupun bermaksud mengambil payung di tasku,
“ Ya Tuhan, aku lupa payungku ketinggalan di laci café. Aduh…mana semua orang sudah pulang lagi. Aku harus menunggu hingga reda dong? Atau aku harus hujan-hujanan? Huh…bila ibu tau aku kehujanan pasti dia akan khawatir.” gumamku.
“ Makanya punya payung jangan sampai keluar dari tas. Nih, pakai saja payungku.” kata tuan kacamata yang tiba-tiba ada disebelahku.
“ Tuan kacamata? Kenapa kau disini? Apa kau mau menggangguku lagi?” kataku
“ Hei, aku ini bermaksud baik tapi malah kamu cela.”
“ Enggak, aku gak mau hutang budi padamu.” kataku
“ Hei, waktu itu aku hanya bercanda. Aku Cuma ingin membantumu saja gak ada hutang budi.”
“ Benarkah?”
“ Kalau gak percaya ya sudah. Tapi sebaiknya kita tunggu hingga hujannya agak reda. Nanti kalau kamu nekad pulang, kamu bakal basah kuyup juga.” kata tuan kacamata.
Hujanpun sudah agak reda tinggal gerimis kecil-kecil.
 “ Baiklah, aku….”
“ Aku antar sampai rumah. Jam segini gak ada angkot dan kalaupun kamu mau jalan pasti jalannya tergenang air semua.” kata tuan kacamata.
“ Tapi….” jawabku
“ Sudahlah, tidak ada hutang budi kok.”
Diam-diam kulirik tuan kacamata. Akupun tersenyum, ternyata dia baik juga ya? Dia mengantarku pulang dengan motornya. Tapi sebelum pulang dia mengajakku ke sebuah warung mie.
“ Pastinya kamu belum makan dan kedinginan? Jadi ayo masuk kita makan mie kuah, katanya mie kuah disini enak lho?” katanya sambil menarik tanganku.
Setelah selesai makan dia pun mengantarku pulang sampai di depan gang saja.
“ Terimakasih ya?” kataku
“ Sama-sama. Sebenarnya aku cuma ingin berteman denganmu kok, jadi tentang yang sudah-sudah lupain saja. Aku gak bermaksud mengganggumu.” katanya lalu pergi.
Dia baik juga ya? Sesampainya dirumah kulihat ada Mela, rambutnya basah seperti habis kehujanan dan diapun memakai handuk. Kulihat mata Mela yang sebam seperti orang yang habis nangis. Ada ibu juga disebelah Mela.
“ Mela? Kamu kenapa?” tanyaku lalu aku ikut duduk juga.
“ Aku… aku diusir dari rumah tante.” jawab Mela terbata-bata
“ Mulai hari ini kamu tinggal saja bersama kami. Iya kan Seina?” kata Ibu.
“ Iya, aku bakalan senang sekali bila kamu mau tinggal bersama kami. Lagipula kami hanya tinggal berdua saja dan aku juga tidak punya saudara. Jadi kamu mau kan?” balasku.
“ Tidak, aku tidak mau merepotkan kalian. Aku hanya tinggal beberapa hari saja sampai aku menemukan tempat tinggal baru.” kata Mela.
“ Mela, tante gak keberatan dan juga gak kerepotan bila kamu tinggal bersama kami. Tante sudah anggap kamu seperti anak tante juga. Ada kamar kosong, lalu mau dipakai apa?” kata Ibu.
“ Baiklah, aku bersihkan kamar kamu dulu ya Mel.” kataku lalu akupun beranjak dari tempat duduk. Aku menahan airmataku, kasihan Mela sejak masih kecil dia sudah harus ditinggal oleh kedua orangtuanya. Kadang aku merasa masih beruntung masih memiliki ibu yang menyayangiku.
“ Enggak tante, aku hanya akan merepotkan kalian saja. Tanteku sendiri saja mengusirku.” kata Mela. Aku mendengarkan pembicaraannya dari balik dinding sambil menitikkan airmata.
“ Mela, tante mohon tinggallah disini. Anggap saja kamu menemani Seina. Dia hanya punya aku di dunia ini dan kamu adalah sahabat baiknya. Jagalah dia dan temani dia. Anggap saja itu bayaran untuk tinggal disini. Aku cuma takut bila tante tiada, dia akan kesepian. Tante mohon ya?” kata Ibu.
Mendengar kata-kata Ibu, aku menangis. Aku tidak mau kehilangan Ibu. Akupun menyeka airmataku dan membersihkan kamar kosong yang nantinya akan ditempati Mela. Akhirnya Mela pun memutuskan untuk tinggal dirumahku. Aku senang sekali memiliki saudara baru dirumah.
Oh iya, tuan kacamata kini sudah jadi temanku juga. Dia sering sekali ke café jadi kami sering bertemu. Tapi gak seperti dulu yang tiap ketemu selalu bertengkar, kini dia baik sekali padaku. Kadang kalau dia ke café malam hari, dia juga sekalian nunggu aku pulang dan mengantarku pulang.
“ Seina bangun….” kata Ibu.
“ Aahhh… Ibu, aku masih ngantuk banget. Ada apa sih?” tanyaku
“ Tante Lili mau bertemu denganmu. Ayo, cepetan mandi sana.”
“ Memangnya teman ibu mau apa mencari aku?” tanyaku
“ Tante Lili yang di Jakarta itu lho? Sekarang dia disini bersama anaknya yang namanya Vian itu lho.” kata ibu.
“ Apa? Kak Vian? Ibu gak bohong kan?” tanyaku yang langsung bangun begitu mendengar nama Kak Vian disebut.
“ Iya, cepetan nanti mereka keburu pulang lho.” kata Ibu
Ya Tuhan, Kak Vian kesini. Tapi apa dia masih ingat aku atau tidak ya? Biarlah setidaknya aku tau seperti apa Kak Vian sekarang. Hm….Mela ada kuliah pagi lagi, kan aku mau ngenalin Kak Vian ke Mela. Akupun bergegas mandi dan ganti baju. Akupun menuju ruang tamu. Dag dig dug… Mungkin begitulah bunyi jantungku saat ini.
“ Seina, ayo kesini.” kata Ibu
“ Seina ya? Sudah besar dan cantik lagi. Oh iya, kamu ingat sama Vian kan? Dia lho yang ngotot ngajak tante kerumah kamu katanya dia pingin ketemu kamu.” kata Tante Lili
“ Lalu Kak Vian sekarang dimana Tante?” tanyaku
“ Dia masih ke kamar mandi.” kata Ibu
“ Nah, itu dia. Seina itu Vian.” kata Tante Lili
Akupun menoleh ke arah Kak Vian dan sangat terkejut
“ Tuan kacamata?” kataku
“ Gadis aneh?”
“ Tuan kacamata? Gadis aneh? Kalian sudah saling kenal ya? Wah, kebetulan banget ya?” kata Tante Lili.
Akupun dan tuan kacamata, maksudku Kak Vian pergi ke teras rumah. Kami duduk di bangku. Kami saling diam lalu tertawa bersamaan.
“ Aneh ya? Aku mengenalmu sebagai tuan kacamata tapi ternyata kamu adalah Kak Vian.” kataku.
“ Iya, benar-benar aneh. Tapi kamu masih tetep ya kayak dulu. Kukira kamu sudah berubah jadi gadis yang metropolis.”
“ Apaan sih? Berarti kamu…maksudku Kak Vian masih ingat aku ya?” godaku
“ Ihh…siapa bilang?” bantah Kak Vian
“ Buktinya kata Tante Lili Kak Vian yang ngotot pingin ketemu aku iya kan?”
“ Kamu masih saja suka menggoda orang.” kata Kak Vian sambil mencubit pipiku
Kamipun bicara banyak hal tentang apa yang dilakukan Kak Vian di Jakarta dan sebagainya. Sampai-sampai aku lupa kalau hari sudah sore dan Tante Lili sudah mau pulang. Akhirnya merekapun pulang. Tapi aku bahagia sekali karena Kak Vian masih ingat padaku dan meskipun sempat jadi orang yang kubenci tapi tuan kacamata kan sudah jadi temanku. Lalu kini dia muncul sebagai Kak Vian yang sangat kusayangi. Entah apa ini kebetulan atau seperti yang dikatakan tuan kacamata kalau Kebetulan yang terjadi berulangkali disebut takdir. Tapi apa ini takdirku dan tuan kacamata?
“ Apa? Jadi tuan kacamata adalah Kak Vian?” kata Mela yang terkejut setelah kuceritakan semuanya.
“ Iya, aku malah lebih terkejut. Tapi aku senang Kak Vian masih ingat sama aku. Oh Mela, aku bener-bener bahagia bisa bertemu dengan Kak Vian.”
“ Seina kamu berlebihan deh. Kamu kan sering bertemu dengannya sewaktu jadi tuan kacamata.”
“ Tapi… Apa Kak Vian gak suka padaku ya? Kan aku ini gadis aneh seperti yang dikatakannya. Aduh….aku bener-bener bingung.”
“ Seina…Seina…”
Akhir-akhir ini Kak Vian sering menjemputku di café katanya sekalian sih dia mampir. Hm…gak pa-pa yang penting aku bisa bersama Kak Vian terus. Hari ini Kak Vian mengantarku ke kampus. Mela sudah berangkat duluan karena dia mau ke tempat kerjanya dulu. Mela sekarang kerja di toko kue.
“ Trimakasih ya Kak?” kataku sambil menyerahkan helm yang kupakai padanya.
“ Nanti aku jemput ya? Kamu libur di café kan hari ini?” tanyanya.
“ Iya, nanti jam 3 sore aku selesai kuliahnya.” balasku.
“ Seina…” sapa Mela
“ Hei, oh iya Kak Vian ini Mela saudara dan teman aku. Mela ini Kak Vian.” kataku.
“ Kamu kan cowok yang menolongku waktu hampir dicopet di bus kan? Aku Mela.”
“ Oh itu kamu. Salam kenal ya? Aku Vian pacarnya Seina.”
Mendengar kata-kata Kak Vian jantungku seakan berhenti berdetak. Pacar? Kak Vian pasti bercanda.
“ Kak Vian….” gumamku.
“ Baiklah aku masuk dulu ya?” kata Mela
“ Mela tunggu… Aku bareng. Kak Vian trimakasih ya?” kataku
“ Seina….” Kak Vian menarik tanganku lalu mencium keningku
 “ Semangat aja ya?” kata Kak Vian.
Kak Vian pun pergi. Dia mencium keningku? Ya Tuhan, apa aku bermimpi? Akupun masuk ke kampus bersama Mela.
“ Aku gak nyangka kamu juga mengenalnya Mel, kebetulan banget ya?” kataku
“ Iya… Selamat ya Seina kamu akhirnya mendapatkan Kak Vianmu. Baiklah ayo masuk.” kata Mela.
Sorenya Kak Vian menjemputku dan kami pergi ke taman ria. Disana kami bermain dan sangat menyenangkan. Kak Vian mengajakku duduk di taman.
“ Seina, tentang ucapanku tadi adalah benar.”
“ Maksud Kakak yang mana?” tanyaku
“ Seina, dulu saat kita masih kecil aku ingin sekali melindungimu dan bersamamu. Saat kita tak saling kenal, saat kau menjadi gadis anehku aku mulai menyukaimu. Kini saat aku tau kau adalah Seina kecilku dan gadis anehku, aku semakin yakin kalau aku benar-benar mencintaimu.” kata Kak Vian sambil memegang tanganku
Aku hanya terdiam karena aku bterkejut dan tidak percaya. Kak Vian bilang cinta padaku?
“ Seina, maukah kau menjadi kekasihku?” pinta Kak Vian
“ A…aku…aku juga mencintaimu tuan kacamata.”
Sejak saat itu aku dan Kak Vian adalah kekasih. Hm…hidupku jadi benar-benar bahagia. Setiap hari dan setiap waktu, Kak Vian selalu membuatku bahagia dan membuatku semakin mencintainya. Tapi beberapa hari ini aku merasa begitu tidak sehat. Tubuhku sakit sekali setiap malam. Aku tidak menceritakannya pada ibu takut ibu khawatir.
Sampai suatu hari aku pingsan di kampus dan kata Mela aku pingsan selama 3 jam. Kak Vian pun sampai meninggalkan kuliahnya demi memastikan apa aku baik-baik saja.
“ Sudahlah Kak, aku tidak apa-apa. Kak Vian kembali ke kampus Kakak saja.” kataku
“ Enggak Seina, aku akan mengantarmu sampai rumah.” balasnya
“ Tapi….”
“ Sudahlah.”
Aku membuat khawatir semua orang ya? Mela kularang menceritakan ke ibu kalau aku sempat pingsan lama di kampus, aku takut ibu jadi kepikiran. Esoknya, aku pergi ke klinik kecil untuk memastikan apa sakitku. Kemarin malam aku juga sempat mimisan. Dokter hanya memberiku obat dan mengambil darahku untuk di periksa.
“ Kak Vian?” Aku terkejut melihat Kak Vian ada di ruang tamu rumahku.
“ Aku khawatir padamu jadi aku ke rumahmu. Tapi hanya ada Mela dan dia menyuruhku menunggumu lalu dia berangkat kerja deh.” kata Kak Vian
“ Jadi Kak Vian sendirian?” tanyaku
“ Iya… Ini, tadi sambil menunggumu aku membuat bubur. Kamu makan ya? Akhir-akhir ini kulihat kamu begitu tidak sehat. Aku nggak mau orang yang kucintai sakit. Hanya itu.”
“ Kakak… Aku kan hanya tidak enak badan saja kok.”
“ Pokoknya cepet kamu makan buburnya selagi masih hangat.”
Kak Vian. Bersamamu sakit yang kurasa mulai menghilang. Senyumnya dan perhatiannya bagiku seperti sinar mentari yang selalu mengawali hari-hari indahku. Aku beruntung memilikinya.
“ Seina, berjanjilah kamu akan segera sembuh ya? Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkan kamu masih sakit atau sudah baikan. Jangan buat aku khawatir ya?” kata Kak Vian
“ Hei… Bukannya sekarang aku sudah sehat wal afiat kan? Kak Vian gak perlu mikirin aku. Nih, buburnya saja sudah habis dan pastinya aku sudah baikan. Kak, aku mau pingin ice cream” kataku
Setelah itu kami pergi membeli ice cream dan pergi ketaman. Kami duduk di ayunan. Hm…jadi ingat waktu kami kecil dulu
“ Aku jadi ingat saat kita masih kecil ya? Kamu bermain ayunan lalu aku membelikanmu ice cream dan kita bermain ayunan bersama.” kata Kak Vian
“ Iya ya Kak… Dulu kupikir itu hanya masa lalu kita dan gak mungkin terulang. Tapi sekarang aku bisa mewujudkannya.” balasku
“ Seina, kamu baik-baik saja?” tanya Kak Vian yang melihatku batuk
“ Gak pa-pa Kak, tenggorokanku hanya sedikit sakit.”
“ Sebentar Kakak belikan air mineral dulu di depan. Kamu tunggu disini gak pa-pa kan?”
“ Iya Kak, lagian tokonya kan di depan.” kataku
Kak Vian berlari membelikanku air mineral. Aku menunggunya di taman itu. Lalu beberapa cowok menghampiriku. Mereka mencoba menggodaku.
“ Hai manis, sendirian ya di taman malam begini? Apa perlu kami temani?” goda mereka.
“ Aku tidak sendiri dan pergi kalian…..” bentakku
“ Aduh…galak banget sih? Tapi aku jadi suka.”
Mereka mencoba mendekatiku dan akupun berlari sambil memanggil nama Kak Vian tapi tenggorokanku masih sakit sehingga aku tidak bisa berteriak keras. Akupun terjatuh. Meraka mendekatiku lalu Kak Vian datang dan memukul mereka. Lawannya 5 orang tapi kulihat Kak Vian begitu marah dan memukul mereka begitu keras. Kak Vian seperti orang kehilangan kendali. Aku sempat takut melihat Kak Vian memukul mereka dengan membabi buta seperti itu. Lalu akupun berdiri.
“ Kak sudah. Mereka sudah kesakitan kakak pukul.” kataku
“ Kalian semua…. Bila kalian berani menyentuh gadisku lagi, akan kubunuh kalian dengan tanganku sendiri.” kata Kak Vian
Merekapun berlari ketakutan. Aku sempat terkejut melihat Kak Vian seperti itu. Kak Vian yang begitu lembut pada setiap orang berubah menjadi sosok yang menakutkan yang bisa menyakiti semua orang demi aku? Iya, aku ingat sebuah kata-kata Bila seseorang berubah dan melakukan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin alasannya hanya satu yaitu cinta. Aku menjadi semakin yakin dan tau bahwa hanya aku cinta Kak Vian.
“ Kamu gak pa-pa kan?” tanya Kak Vian
“ Iya, hanya lecet sedikit?” jawabku
“ Astaga, kaki kamu berdarah Seina. Sini biar kubalut lukamu.”
Kak Vian membalut lukaku dengan sapu tanggannya yang berwarna putih. Jarak rumahku dan taman cukup dekat, jadi tadi kami ke taman jalan kaki.
“ Ayo, aku gendong!” kata Kak Vian yang sudah membungkuk didepanku.
“ Kakak, aku kan baik-baik saja. Aku bisa jalan kok.” kataku
“ Kakimu terluka dan kamu mau jalan? Seina, aku gak mau kamu kenapa napa jadi ayo.”
Akupun naik ke punggung Kak Vian. Begitu hangat dan nyaman tanpa sadar akupun tertidur di punggungnya. Aku benar-benar mencintaimu kak…
Esoknya, aku dapat telepon dari klinik. Katanya hasil tes darahku sudah keluar. Aku melakukan tes darah hanya untuk memastikannya saja sesuai dengan saran perawat di kampusku. Aku mengambil hasil itu.
“ Apa ini dok maksudnya? Kok ada kata-kata Leukimia apa itu?” Aku bingung melihat hasil itu.
“ Nona, sebelumnya aku ingin Tanya apakah ada ayah, ibu atau kakek yang punya penyakit mematikan? Atau mungkin meninggal karena sakit?” tanya dokter
“ Eehh… ayahku meninggal 10 tahun yang lalu. Beliau sakit kanker, itu sih kata ibu.”
“ Iya mungkin benar. Kamu mengidap kanker darah dan kemungkinan karena faktor keturunan.”
“ Dokter bercanda kan?” tanyaku
“ Enggak, ini benar.”
“ Lalu aku bisa sembuh kan dok? Mungkin dengan operasi atau terapi mungkin?” tanyaku
Aku pun pergi keluar dari klinik sambil menangis. Aku duduk di bangku depan klinik dan menangis. Kata dokter kemungkinanku hidup hingga 2 tahun adalah mustahil. Satu-satunya caraku untuk sembuh adalah operasi meskipun terlambat tapi kemungkinan berhasilnya hanya 40% dan biayanya pun sangat mahal. Enggak, enggak mungkin aku akan mati. Tanpa sadar tubuhku bergetar ketakutan. Apa yang harus kulakukan?
“ Ibu, aku boleh tanya gak?”
“ Ada apa Seina?”
“ Ibu, ayah meninggal karena kanker ya? Kanker apa?” tanyaku
“ Kenapa kau tiba-tiba tanya seperti itu?” jawab ibu dengan cemas
“ Enggak ada apa-apa bu. Hanya tadi waktu aku baca buku adalah pembahasan masalah kanker katanya bisa sembuh. Lalu kenapa ayah samapai meninggal bu?”
“ Ayahmu terkena kanker darah. Dia terlihat sehat tapi tubuhnya semakin kurus karena penyakit itu. Katanya dia sudah lama mengidap sakit itu. Dia gak mau mati di meja operasi itu katanya. Makanya dia tidak mau menempuh jalan operasi sampai kanker itu menyebar ke seluruh tubuh dan ia….”
Ibu berhenti cerita dan menangis. Ibu begitu mencintai ayah. Tante Lili pernah cerita kepadaku, jika bukan karena aku mungkin ibu akan meninggal juga. Ibu begitu syok sampai-sampai dia pingsan berkali-kali. Lalu kalau ibu tau aku akan menyusul ayah bagaimana? Ibu gak boleh tau. Gak boleh. Akupun langsung memeluk ibu.
“ Ibu, maafkan Seina ya karena sudah membuat ibu sedih lagi.” kataku
“ Seina, jangan tinggalin ibu ya nak? Kamu yang membuat ibu bertahan setelah kehilangan ayahmu dan hanya kamu satu-satunya harta ibu sekarang.”
“ Ibu, kan ada Mela juga. Aku janji akan ada untuk ibu. Jadi ibu jangan nangis ya? Lagian Mela kan juga anggota keluarga kita sekarang, Jadi ibu gak Cuma punya aku tapi juga punya Mela ya?” bujukku
Ibu maafkan aku. Beberapa hari ini aku jadi semakin sering mimisan dan batuk darah. Aku semakin bingung apa yang akan kulakukan. Ibu pasti akan sedih bila tau penyakitku ini tapi apa bisa aku merahasiakannya? Enggak, bukan cuma ibu tapi Kak Vian bagaimana? Kak Vian harus menemukan penggantiku tapi apakah itu bisa? Kak Vian begitu mencintaiku. Apa yang harus kulakukan? Kepalaku pusing sekali memikirkan ini.
Aku mencari Mela dikamarnya tapi sepertinya dia belum pulang kerja. Anak itu, menaruh diarynya sembarangan dalam posisi terbuka lagi. Aku bermaksud menutup diary Mela tapi aku tak sengaja membacanya.
Semakin lama aku semakin mencintaimu… Setiap aku melihatmu bersamanya aku begitu sedih tapi… ini adalah keinginanmu. Kau mencintainya dan dia pun mencintaimu. Seina begitu baik padaku dan seperti adikku sendiri. Mana mungkin aku mencintai kekasih sahabatku juga adikku? Vian….aku mencintaimu selamanya dan biarlah rasa ini kupendam selamanya.
Ini….Mela menyukai Kak Vian? Bodoh kenapa aku tidak sadar. Aku keluar dari kamar Mela dan pergi ke kamarku. Dikamar aku menangis, kenapa aku begitu bodoh mengacuhkan perasaan sahabat aku sendiri. Iya… Mela adalah jawaban masalahku ini. Dia harus menjadi penggantiku. Harus. Lalu bagaimana membuat Kak Vian mencintai Mela? Aku coba pergi keluar mencari ide. Bruuk…. Aku menabrak seseorang.
“ Maaf aku tidak sengaja. Maaf….” kataku
“ Seina ya?” kata orang itu.
“ Kak Tomi?”
“ Kau masih mengenaliku ya?” tanyanya
“ Iyalah kak. Sudah lima tahun tidak bertemu kakak tidak berubah ya?”
“ Kamu juga.” kata Kak Tomi
“ Ayo kak, main kerumah. Ibu pasti senang bertemu kakak.” kataku
Lalu Kak Tomi kuajak kerumah. Aku begitu terkejut bertemu dengan Kak Tomi. Dia adalah orang yang kukenal saat pemakaman ayah. Dia begitu baik dan selalu menghiburku. Kami ngobrol banyak layaknya orang yang lama tidak bertemu.
“ Seina, siapa dia?” tanya Kak Vian yang baru masuk rumahku.
“ Kak Vian, sini kukenalin. Kak Vian ini Kak Tomi, Kak Tomi ini Kak Vian” kataku
“ Aku Vian, pacarnya Seina.” jawab Kak Vian dengan sinis.
“ Aku Tomi.”
“ Kak Vian, Kak Tomi ini adalah teman baikku dulu. Dia begitu baik dan selalu membuatku terhibur. Kami sudah lima tahun tidak bertemu. Ya kan Kak Tomi?” kataku
“ Baiklah, aku pulang dulu ya?” kata Kak Tomi
“ Kok buru-buru sih Kak? Kita kan sudah lama tidak bertemu. Lagian aku juga masih pingin cerita banyak ke Kakak.” kataku
“ Aku lupa hari ini ada urusan penting. Tapi lain kali aku akan main kerumahmu atau meneleponmu. Baiklah aku pulang dulu ya? Vian, aku duluan ya?” kata Kak Tomi.
“ Iya…”
Aku mengantar Kak Tomi hingga luar rumah. Lalu aku masuk ke dalam rumah.
“ Apa bagimu dia begitu baik? Hingga di depanku kamu memujinya terus.” kata Kak Vian
“ Kak Tomi memang baik kok dan itu kan kenyataannya. Kamu kan gak perlu marah begitu.” kataku
“ Kamu ini… Aku kan pacarmu dan kamu memuji juga dekat dengan cowok lain didepan aku. Cowok mana sih yang gak akan marah?”
“ Iya iya maaf…” kataku
Kemudian Kak Vian pun pulang. Tunggu dulu, bukankah ini bagus. Aku punya ide yang akan membuat kebaikan kelak. Esoknya, aku menemui Kak Tomi dan kami bertemu di sebuah café. Kebetulan hari ini aku tidak ada kuliah.
“ Ada apa Seina?” tanya Kak Tomi
“ Kak Tomi mau bantu aku gak?” tanyaku.
“ Bantu apa? Pasti dong, apapun akan kulakukan demi kamu.”
“ Kak Tomi, mau gak jadi pacar aku?” kataku
“ Pacar? Ka…kamu…kamu gak salah Seina? Bukannya Vian adalah pacar kamu?” tanya Kak Tomi terkejut.
“ Aku ingin putus dengannya kak. Tapi aku tau pasti dia gak mau karena itu mau kan Kakak pura-pura jadi pacar aku? Hanya pura-pura saja kok Kak, sampai kami benar-benar berpisah.” kataku
“ Tapi kelihatannya dia begitu mencintaimu. Dan bukankah itu bagus untuk kalian?”
“ Enggak Kak, karena dia terlalu mencintaiku dan karena aku mencintainya. Maka, kami harus berpisah. Ini yang terbaik untuk kami.”
“ Aku gak ngerti maksud kamu apa tapi bila itu keputusanmu, Kakak akan mendukung. Dan tentunya Kakak akan membantumu sebisa Kakak. Ok.” kata Kak Tomi sambil memegang tanganku.
Aku hanya tersenyum. Apa ini benar? Apa yang kulakukan ini benar? Aku sudah gak tau lagi mesti gimana tapi kuharap ini yang terbaik. Hari itu juga sepulang kerja seperti biasa Kak Vian menjemputku. Aku mengajaknya bicara dibawah pohon yang gak jauh dari rumahku.
“ Kamu sakit Seina? Ada apa sih?” tanya Kak Vian
“ Kak, maafkan aku. Tapi ini yang terbaik, aku gak mau membohongi Kakak terus. Sebenarnya, aku sudah tidak mencintaimu lagi. Aku ingin kita putus.” kataku
“ Seina, jangan bercanda ah.” kata Kak Vian
“ Apa Kakak melihatku bercanda? Aku serius. Dulu kukira aku benar-benar mencintaimu tapi itu tidak benar. Itu hanya cinta sesaat bagiku.”
“ Enggak, aku tidak akan melepaskanmu Seina. Apapun yang terjadi aku tidak akan melepaskanmu.” katanya
“ Aku tidak peduli pokoknya mulai hari ini kita putus.” kataku lalu akupun pergi dan pulang kerumah.
“ Seina, jangan lakukan ini. Kumohon…” teriak Kak Vian
Aku mencoba menahan airmata tapi aku tak kuasa. Maaf Kak, aku gak bermaksud melukaimu. Tapi aku ingin kau melupakanku. Kak Vian mencoba meneleponku tapi HP ku kumatikan. Besoknya aku berangkat kuliah lebih awal dan pulangnya aku agak telat untuk menjauhi Kak Vian. Karena aku tau dia pasti akan mencariku. Aku gak sanggup melihatnya. Aku takut saat aku melihatnya aku akan menjadi lemah. Hari ini aku juga ijin gak masuk kerja. Aku benar-benar kacau. Lalu saat pulang aku melihat Vian dari jauh. Aku membalikkan badan tapi aku mesti gimana?
“ Seina…..” sapa Kak Tomi
“ Kakak…”
“ Kamu kenapa? Kamu gemetaran apa kamu ketakutan? Katakan padaku.” tanya Kak Tomi
“ Seina, kamu kenapa?” tanya Kak Tomi lagi.
“ Kak, peluk aku kumohon.” kataku
“ Maksud kamu apa?” tanya Kak Tomi
“ Kumohon… Kak Vian mendekat. Kumohon Kak…” kataku
Lalu Kak Tomi memelukku dan Kak Vian pun mendekat.
“ Apa ini maksudmu?” kata Kak Vian
“ I…iya.” jawabku dengan gugup
Aku melihat mata Kak Vian berkaca-kaca. Ia pasti kecewa padaku. Aku tidak bisa berbicara lagi. Aku begitu gugup dan takut juga bingung. Aku melihat orang yang kusayangi akan kulukai sendiri. Tiba-tiba Kak Tomi menggenggam tanganku erat.
“ Sekarang Seina adalah kekasihku. Dan itu keputusannya jadi aku harap kau tidak mengganggunya lagi.” Kata Kak Tomi
“ Kau… Kau telah merebutnya dariku.” kata Kak Vian sambil mencoba memukul Kak Tomi.
“ Hentikan!!! Apa kamu sudah gila? Terserah padaku aku memilih siapa dan kamu gak berhak ikut campur. Ini hidupku dan aku yang mengatur semuanya.” bentakku
“ Seina, jadi ini benar? Kamu tidak mencintaiku lagi? Seina, aku akan menerimamu kembali dan mencintaimu seperti dulu asal jangan lakukan ini padaku.” katanya Kak Vian
“ Keputusanku sudah bulat.” jawabku
Lalu aku dan Kak Tomi pergi. Saat membalikkan badan airmataku langsung turun. Kak Vian maafkan aku…. Sesampainya dirumah Mela duduk diruang tamu
“ Mela…” sapaku
Plaakkk… Mela menamparku sambil menitikkan airmata.
“ Aku melihatnya, aku melihat semua yang kamu lakukan pada Vian. Aku gak nyangka kamu seperti ini Seina. Aku gak nyangka semudah itu kamu menyakiti perasaan orang lain.”
Aku hanya terdiam. Tamparan ini memang pantas untukku. Aku telah menyakiti orang yang mencintaiku setulus hati. Mela pun pergi ke kamarnya. Sejak saat itu Mela tak menyapaku dan ia juga tidak mau bertemu denganku lagi. Rasanya sepi sekali. Biasanya kami selalu nonton TV bersama, bercanda dan saling berbagi cerita.
Hingga suatu hari, aku melihat Mela membereskan pakaiannya.
“ Mel, kamu mau kemana?” tanyaku
“ Aku mau pergi. Terimakasih atas tumpangannya selama ini. Tapi aku tidak mau terus tinggal disini. Aku masih kecewa padamu Seina. Tentang ibumu, nanti kalau dia sudah pulang aku akan kesini lagi.” kata Mela
“ Tapi Mel, aku sangat membutuhkanmu.” kataku
“ Membutuhkanku? Untuk apa? Kamu bukan lagi Seina sahabatku dulu dan apa kamu tau sekarang Vian sudah seperti orang gila yang terus-terusan hanya diam dan bersedih. Mana hati nuranimu? Aku tinggal disini dan berjanji pada ibumu untuk menemanimu dan menjagamu tapi aku tidak bisa terus terusan tinggal dengan orang sepertimu.”
Enggak Mela gak boleh pergi. Bagaimana dengan ibu dan Kak Vian nanti. Aku pergi ke kamar dan menyerahkan hasil tes itu pada Mela.
“ Apa ini?” tanyanya
“ Bacalah.” kataku
Mela membuka map itu dan wajahnya terlihat bingung.
“ Itu hasil tes darahku. Kau ingat saat aku pingsan di kampus? Perawat kampus menyuruhku memeriksakan darahku dan itu hasilnya. Selama ini kenapa aku terlihat pucat? Kenapa aku sering batuk? Aku bilang kalau aku hanya kecapekan saja kan? Itu hanya kebohonganku. Disitu tertulis jelas penyakitku. Yaitu Leukimia. Aku gak akan bisa hidup lama lagi dan dokter bilang aku gak akan bertahan 2 tahun. Dua tahun….itu kalau benar, kalau tidak mungkin 1 tahun atau mungkin satu bulan”
“ Seina, kamu bohong kan?”
“ Aku tidak bohong Mel, aku akan mati. Karena itu aku sangat membutuhkanmu untuk menjaga ibuku dan Kak Vian…” kataku
“ Apa karena itu kau melakukan itu terhadap Vian?” tanya Mela
“ Enggak Mel, aku cuma ingin di sisa hidupku bersama orang yang kucintai. Hanya itu. Dan dia adalah Kak Tomi.” jawabku
Mela pun ikut menangis dan memelukku.
“ Maafkan aku Seina….”
“ Mela, berjanjilah kamu tidak akan menceritakan tentang penyakitku kepada ibu atau siapapun itu. Berjanjilah. Dan kumohon bantu Kak Vian keluar dari kesedihannya karena aku tau kau yang pantas bersamanya bukan aku.”
“ Seina…. Iya, aku berjanji. Tapi aku yakin kamu pasti akan sembuh, jadi kamu harus periksa lagi ke dokter.”
“ Enggak Mel, sudah terlambat. Aku sudah tidak dapat ditolong lagi.” kataku
Mela menangis dan memelukku lagi. Mel, maaf aku tidak bisa sungguh-sungguh berterus terang padamu. Maaf. Tapi setidaknya bila Mela tau penyakitku, dia tidak akan pergi dari sini.
Hari ini aku, Mela dan ibu duduk di ruang tengah sambil menonton film lucu di televisi. Kami tertawa bersama.
“ Ibu, Seina boleh gak minta satu hal pada ibu?” tanyaku
“ Ada apa sih? Kalau ibu bisa ya ibu kasih.” kata Ibu
“ Kita kan sudah tinggal bersama dengan Mela kurang lebih 8 bulan. Sudah lama sekali kan? Tapi Mela masih memanggil ibu tante. Bagaimana kalau besok kita syukuran kecil-kecilan untuk mengangkat Mela sebagai anggota baru keluarga kita? Dan aku mau mulai hari ini Mela memanggil ibu dengan sebutan ibu. Sama sepertiku.” kataku
“ E…. enggak usah Seina, gak perlu.” kata Mela.
“ Tapi benar juga ya? Baiklah besok kamu undang Vian dan Tante Lily juga ya?” kata Ibu
“ Baiklah bu….”jawabku
“ Tante gak usah, lagian aku juga gak mau terus-terusan ngrepotin tante dan Seina.” kata Mela
“ Mela, tante menyayangimu seperti anak tante sendiri. Kenapa tidak? Dan mulai hari ini kamu manggilnya jangan tante ya? Tapi ibu. Ingat ibu.” kata Ibu
“ Terimakasih Seina, ibu. Aku sekarang benar-benar merasakan keluarga sebenarnya. Terima kasih…” kata Mela sambil menitikkan airmata.
Ibu memeluk Mela. Aku harap kau akan menjaga ibu Mel, karena aku yakin kamu dan ibu akan hidup bahagia tanpa aku. MUngkin inilah jalan hidupku. Tapi aku bahagia dengan semua ini. Esoknya, kami mengadakan makan malam bersama dan seperti keinginan ibu aku juga mengundang Kak Vian dan Tante Lily. Tapi aku tidak tau harus bersikap bagaimana. Bukankah aku dan Kak Vian sudah putus? Sementara ibu dan Tante Lily taunya kami saling mencintai dan masih pacaran.
Makan malam ini jadi makan malam yang berat bagiku dan Kak Vian. Kami gak bisa bercanda ataupun berbicara seperti biasanya. Kami hanya terdiam saja. Sesekali Mela membantu mengalihkan perhatian bila Tante Lily dan ibu mulai curiga atas kebungkaman kami. Kak Vian, maafkan aku… Ingin sekali aku memanggil namamu dan memelukmu tapi itu tidak bisa. Apalagi kulihat kamu begitu kurus dan muram. Apa kau tau hatiku lebih sakit Kak saat ini? Saat tante, ibu dan Mela di ruang tamu, aku dan Kak Vian masih di ruang makan.
“ Mela sudah cerita banyak padaku.” katanya
“ A…apa yang dikatakannya?” tanyaku
“ Apa kau benar-benar mencintainya?” tanya Kak Vian
“ Siapa? Hm…Iya…” jawabku
“ Dan aku harus kehilangan kamu? Kukira kita akan bersama selamanya.”
“ Kak, maafkan aku… Tapi ini adalah keputusanku.” jawabku
Tiba-tiba Kak Vian memelukku,
“ Ini akan jadi yang terakhirkah aku memelukmu?” tanya Kak Vian
“ Kak… Kenapa kau tidak membenciku?”
“Aku akan menghormati keputusanmu itu. Mungkin Mela benar, aku gak bisa menekanmu terus menerus. Jika kau memang bahagia bersama pria itu, baiklah aku rela kamu bersamanya. Tapi…sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu. Tak peduli kau dengan siapa saat itu tapi kamu akan selalu tersimpan dihatiku. Karena kamu adalah cinta pertama dan terakhirku…” kata Kak Vian.
Setelah itu Kak Vian pergi. Aku tau dia menangis. Airmatanya jatuh di bahuku. Kak, apa benar pelukanmu itu adalah yang terakhir? Bahkan aku tidak membalas pelukanmu itu. Maaf Kak maafkan aku….
Sejak saat itu setiap aku bertemu Kak Vian, dia selalu menjauh dariku. Hatiku rasanya sakit sekali. Apalagi kudengar dari Mela semenjak putus denganku Kak Vian jarang bicara dan dia selalu terlihat sedih. Tapi mungkin ini yang terbaik Kak, kelak bila aku benar-benar pergi kau tidak akan terlalu sedih. Dan kuharap saat itu kau sudah tak mencintaiku lagi dan membenciku.
Aku gak tau harus bagaimana lagi. Semakin aku didekat ibu dan Kak Vian hatiku terasa sakit. Aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa umurku gak akan lama lagi. Tapi, apa yang harus kulakukan? Mela akan menjaga ibu tapi bila ibu tau sakitku dia pasti akan sedih. Kak Vian. Semakin aku menjauhinya semakin aku tak kuasa menahan rasa cintaku padanya. Hingga akhirnya aku memutuskan satu hal.

Untuk ibu dan Mela,
Ibu maaf ya Seina pergi tanpa pamit secara langsung pada ibu. Tapi aku harus pergi sekarang dan ini mendadak. Aku ingin membangunkan ibu tapi ibu kelihatannya kelelahan sekali. Aku pergi bu, tapi gak lama kok. Ada tugas penelitian dari dosen kuliahku. Aku janji akan sering menulis surat untuk ibu. Ibu jangan khawatir ya? Nanti ibu sakit lagi…. Mela, jaga ibu ya selama aku pergi. Ibu jangan khawatir, Seina sudah besar kok dan bisa jaga diri. Seina sayang sama ibu.

                                                                                                                                         SEINA
Tujuh bulan berlalu setelah kepergianku dari rumah. Setiap 2 minggu sekali aku selalu rutin menulis surat untuk ibu dan Mela. Aku tidak pernah menyebutkan alamatku sekarang tapi kadang ibu dan Mela sering telepon ke handphoneku. Aku tinggal di sebuah kota kecil di pesisir pantai. Aku membantu di sebuah rumah sakit kecil disana yang jaraknya dengan rumah kontrakanku tidak jauh. Rumah kontrakanku kecil tapi cukup nyaman dan jaraknya kurang lebih 3 km dari pantai. Aku sering sekali ke pantai dan melihat laut. Disini aku berharap bisa melalui sisa hidupku dengan tenang. Aku bahkan sudah menyiapkan surat wasiat bila aku meninggal disini, aku ingin mereka menghubungi Mela dan Mela pasti akan mengatur semuanya.
“ Seina, kamu kok datang kesini lagi sih? Kan dokter menyuruhmu untuk istirahat.” kata salah satu perawat di rumah sakit.
“ Suster, aku bosan sekali dirumah. Aku ingin membantu disini.” kataku
“ Kalau dokter Rio tau, kamu pasti akan dimarahi lagi.” katanya
“ Iya iya. Aku kan kesini kangen dengan anak-anak. Aku ke ruangan anak-anak dulu ya sus?”
“ Hm….dasar kamu ini.” gumam suster itu.
Rumah sakit ini kecil dan dokternya cuma ada 1 yaitu dokter Rio. Susternya cukup banyak ada 7 suster yang membantu. Maklum di daerah sini hanya ada 1 rumah sakit yaitu ini. Aku membantu mencatat, mengetik tapi aku sering sekali membantu di ruangan anak-anak. Disana kadang ada 2 atau 3 anak yang dirawat, aku sering bercerita dan bermain dengan mereka. Dokter dan suster sudah tau kalau aku mengidap leukimia karena aku sering batuk dan pingsan. Lalu mereka memeriksa darahku dan tau sakitku. Mereka selalu menyuruhku istirahat apalagi dokter Rio, dia suka sekali marah padaku karena aku sering melanggar nasihatnya seperti sekarang.
“ Seina?” sapa dokter Rio.
“ Hai dok!” jawabku sambil tersenyum
“ Kamu ini. Kemarin kan aku menyuruhmu istirahat 1 atau 2 hari karena tubuhmu lemah.” katanya
“ Iya….tapi aku bosan dirumah. Aku kan sehat-sehat saja dok.” balasku
“ Kamu ini gak bisa dikasih tau. Ayo ke ruanganku. Aku akan memeriksamu lagi.”
“ Tapi dok…. Aku benci disuntik.” kataku
Itulah dokter Rio, dia orangnya ketat banget dalam hal kesehatan. Tapi dia orangnya baik kok. Dia yang menyuruhku bekerja di rumah sakit ini saat pertama kali aku datang kesini.
“ Seina…” Seseorang memelukku dari belakang sambil menyebut namaku. Akupun yang tengah berdiri dipantai langsung melepaskan pelukan itu. Lalu akupun menoleh kebelakang.
“ Kak Vian? A…a…apa…yang…”
“ Kami merindukanmu Seina.” balas Mela yang berada di belakang Kak Vian.
“ Mela? Bagaimana kalian….”
“ Menemukanmu? Itu cukup sulit tapi tidak bagi kami. Hm sepertinya kalian butuh waktu untuk berdua. Aku akan pergi ke kontrakanmu dulu.” Mela pun langsung pergi ke kontrakanku setelah aku menunjukkan jalan menuju kontrakanku. Aku masih tidak percaya Kak Vian disini. Lalu tiba-tiba Kak Vian memelukku.
“ Jangan lakukan ini lagi kepadaku. Jangan tinggalkan aku.”
Aku melepaskan diri dari pelukan Kak Vian.
“ Maaf kak. Bukannya kita sudah sepakat untuk berpisah?” kataku
“ Seina, aku sudah tau semuanya. Aku menemui Tomi untuk mencari tau keberadaanmu dan ia mengatakan semuanya. Tidak ada apapun antara kalian iya kan? Dan juga soal penyakitmu itu.”
Suasana hening sejenak. Kak Vian sudah tau? Apa yang harus kulakukan? Tanpa terasa airmataku menitik. Kak Vian menggenggam tanganku sambil menghapus airmataku.
“ Akan kulakukan apapun itu untukmu. Asal jangan tinggalkan aku.”
“ Enggak Kak. Aku tidak….”
“ Tidak mencintaiku? Seina, kau dapat berbicara seperti itu. Tapi mataku berkata sebaliknya. Jika masalah penyakitmu, aku akan membawamu ke Singapura untuk operasi. Aku sudah membaca di internet katanya penyakitmu masih bisa sembuh dengan jalan operasi.”
“ Operasi? Tidak…aku tidak mau mati dimeja operasi. Aku gak mau. Umurku hanya menunggu hitungan bulan atau mungkin hari. Aku tidak bisa membahagiakanmu kak. Aku akan mati.” Akupun lalu menangis.
“ Pergilah Kak, aku hanya akan menjadi beban untukmu.”
“ Seina, aku mencintaimu. Apakah kurang rasa cintaku hingga kau ingin aku meninggalkanmu?”
“ Pergi kak. Pergi….” kataku dengan nada keras sambil mendorongnya.
“ Aku cuma ingin menghabiskan waktu denganmu. Hanya itu. Aku tak peduli dengan semuanya lagi. Aku hanya ingin kau.” kata Kak Vian dengan suara lantang
“ Enggak kak…enggak.” Aku lalu jatuh bersimpuh diantara butiran pasir terasa kasar di lututku. Aku menutup mukaku sambil menangis tersedu-sedu. Aku juga ingin bersamamu kak, aku ingin kau menemani sisa hidupku. Tapi….aku tak mampu membayangkan bila kau harus melihatku mati. Kak Vian ikut bersimpuh dan perlahan-lahan ia memegang tanganku yang masih kututupkan kewajahku.
“ Aku mohon….? Bukankah kita telah berjanji selalu bersama sampai ajal menjemput? Aku akan memenuhi janjiku itu padamu.”
Akhirnya aku menyerah dan menerima kembali Kak Vian. Setelah aku meninggalkan rumah Mela menceritakan semuanya pada ibu. Itu yang dikatakan Mela padaku. Esoknya Mela kembali untuk menjemput ibu. Aku berpikir, aku akan menghabiskan waktuku ditempat ini bersama orang yang kucintai.
“ Seina….bangun sayang.” kata ibu lirih.
“ Ibu?” Kulihat disekelilingku. Aku di rumah sakit? Apa yang terjadi padaku? Bukankah kemarin aku sedang memikirkan ibu tapi kenapa aku disini? Ibu memelukku dengan hangat. Hangat sekali. Sebuah pelukan yang sangat kurindukan.
“ Apa yang terjadi bu?” Kucoba untuk tak menangis walau rasanya airmata ini ingin mengalir melihat ibu. Aku tidak ingin ibu sedih, aku akan berusaha tegar di depan mereka semua.
“ Kata Vian, kamu semalam batuk terus menerus lalu kamu pingsan. Kamu baik-baik saja kan sayang? Ibu sangat merindukanmu.”
“ Ibu…. Maafkan aku.” kataku. Mata ibu sebam pasti dia habis menangis. Aku benar-benar tidak tega melihat wajah sedih ibu.
“ Maaf? Ibulah yang seharusnya minta maaf. Seharusnya setelah mengetahui penyakit ayahmu, ibu harus membatalkan keinginan ibu untuk mempunyai anak. Tapi ibu bersikeras untuk memiliki anak. Sehingga kau… Maafkan ibu.” Ibu menitikkan airmata tapi ibu langsung menyekanya agar tak sampai turun.
“ Ibu, bila ibu tak melahirkanku maka aku tidak akan bisa bertemu Kak Vian, Mela dan yang lainnya. Aku juga tidak akan bisa merasakan kasih sayang ibu yang begitu besar padaku. Ibu ini sudah takdir yang diatas.” kataku sambil memegang tangan ibu yang begitu dingin.
“ Ibu, berjanjilah satu hal padaku. Ibu mau kan?”
“ Katakan apa itu sayang?”
“ Ibu, bila hari itu tiba jangan terlarut dalam kesedihan ya? Ibu harus berjanji akan menjadi ibu yang baik untuk Mela. Bukankah Mela juga anak ibu sekarang? Janji ya bu?” pintaku
“ Hentikan sayang, kamu gak akan pergi.”
“ Ibu…” Wajah ibu semakin suram. Ibu menoleh kesana kemari seperti orang bingung.
“ Kamu belum makan ya? Ibu ambilkan makanan dulu untukmu.” Ibu pun pergi keluar.
Airmataku menetes.
“ Ibu, aku tau ibu tidak ingin aku melihat airmata ibu kan? Apakah ibu ingin tegar didepanku? Maafkan aku ibu.” gumamku
Esoknya aku memaksa untuk keluar dari rumah sakit. Toh juga percuma, aku tidak bisa sembuh kan? Ibu mengajak pulang kerumah tapi aku tidak mau. Aku ingin tinggal disini, dekat dengan pantai karena dengan suasana disini aku merasa tenang.
Aku berjalan-jalan dipantai sendirian saat kembali ke kontrakan kulihat ibu dan Kak Vian sedang berbicara dikamar. Berkali-kali kulihat ibu menyeka airmata. Akupun mencoba mendengarkan pembicaraan mereka.
“ Apa yang harus kulakukan Vian? Apa?” kata Ibu sambil menangis
“ Tante, aku tau perasaan tante. Akupun rela membagi nyawa untuknya. Setiap melihatnya batuk dan kesakitan, aku merasa tidak berguna.” Vian mulai menitikkan airmata yang jatuh tanpa disadarinya.
“ Vian, tante sadar mungkin kita harus belajar merelakannya.”
“ Apa maksud tante?”
“ Setiap hari dia kesakitan, setiap hari pula penyakit itu semakin mengrogoti tubuhnya. Tapi dia berusaha untuk tegar. Untuk kita. Apakah dia masih mengkhawatirkan kita? Rasanya bila membayangkan betapa kesakitannya dia, tante ingin ajal segera menjemputnya.” Ibu masih menangis dan suaranya terlihat tegang. Melihat hal itu akupun ikut meneteskan airmata.
“ Tante! Apa yang tante katakan? Enggak, Seina gak boleh pergi. Enggak!” bentak Kak Vian
“ Tante juga tidak ingin. Tapi apa kau tega melihatnya kesakitan? Melihatnya semakin kurus? Tante Cuma ingin dia terlepas dari rasa sakit itu.” Napas ibu terdengar semakin sesak.
“ Tapi aku tak siap tante kehilangannya. Seina adalah Cinta Pertama dan Terakhir buat aku. Lalu apa yang akan kulakukan tanpanya? Aku mungkin akan menyusulnya tante.”
Mendengar kata-kata Kak Vian yang erakhir membuatku gemetar. Airmataku semakin jatuh dan aku tak mau isak tangisku terdengar mereka. Lalu akupun pergi keluar dan berlari ke pantai. Saat pergi ke pantai aku bertemu Mela lalu kami pun duduk menghadap pantai sambil bicara.
“ Maafkan aku, aku tidak bisa memegang janjiku untuk tidak memberitahu ibu dan Vian tentang penyakitmu itu. Aku tidak bisa melihatmu bersedioh sendirian. Maaf…” kata Mela
“ Ehm tidak apa-apa. Mungkin ini yang terbaik. Terimakasih setelah dan sebelumnya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Beginning

Haaiiii.... Lama banget aku gak muncul dirumahku ini. 2014... terakhir kali aku singgah disini. Ini bukan karena aku punya rumah ...

Paling Disukai